Belajar Sukses Dari Presiden Korea Kim Dae Jung
Belajar Sukses Dari Presiden Korea Kim Dae Jung
Semenjak munculnya ke panggung politik pada tahun 1954, ia dikenal
sebagai seorang politikus yang selalu lolos dari percobaan pembunuhan,
penculikan, dan hukuman mati. Ia pernah menjadi akuntan pada sebuah penerbitan
surat kabar dan mulai tampil di panggung politik sejak tahun 1961 dengan menjadi
anggota parlemen dan lulus Universitas
Korea bidang bisnis pada tahun 1964.
Ia memutuskan terjun ke politik setelah kudeta militer pada 16 Mei 1961
terhadap Perdana Menteri John M. Chang. Kudeta itu
menghantar Panglima Divisi II Angkatan Darat Mayjen Park
Chung-hee berkuasa. Tahun 1975, ia dijatuhi hukuman penjara lima tahun karena menentang Yushin dan dibebaskan pada tahun 1978.
Kurun waktu pemerintahan Jenderal Park Chung-hee dan Kim Jong-pil yang menjabat
perdana menteri (1971-1973) seperti menjadi
periode kelabu baginya. Sebagai aktivis gerakan pro-demokrasi dan
anti-militerisme, ia dianggap sebagai penghambat atau penghalang karena
potensinya dalam mengancam stabilitas kekuasaan pemerintah yang sangat
berkepentingan menjaga status quo. Ia pun dicap sebagai "musuh
negara".
Tahun 1971, ia mendapat ancaman teror. Operasi intelijen
dimatangkan mengingat Park Chung-hee nyaris terkalahkan saat perebutan kursi
presiden pada pemilu tahun itu. Jalan lapang yang tinggal selangkah pun hilang
karena ditelikung oleh Park Chung-hee dan Kim Jong-pil lewat sebuah kecelakaan
mobil di jalan raya. Kakinya sedikit pincang dan menjadi terlalu sedikit
berekspresi. Ia akan dihabisi oleh saingan politiknya.
Kejadian tersebut bukan membentuk langkah mundur, tetapi
justru semakin bersemangat. Ia bahkan menjadi seorang yang keras mengecam
pemerintahan militer, sehingga teror pun semakin kuat terhadap dirinya. Tahun 1973, saat berada di
dalam kamar sebuah hotel di Tokyo (Jepang) ia diculik oleh agen inteligen KCIA. Ia diculik serta diikat pada
sebilah papan perahu motor dan perahunya diapungkan ke lautan lepas. Rencananya
ia akan ditenggelamkan hidup-hidup. Tetapi, ia masih terselamatkan oleh sebuah
helikopter yang melintas di atasnya dan menolongnya.
Semakin lantang bersuara, semakin kuat ia mendapatkan teror.
Gara-gara menandatangani deklarasi Perjuangan Mengembalikan Demokrasi Nasional,
ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara (1976) atas tuduhan
menggalang aktivis anti-pemerintah. Dua tahun ia meringkuk di penjara.
Peristiwa Kwangju
berdarah pada tahun 1979
yang ditandai dengan pendudukan massa selama sepuluh hari atas sejumlah markas
militer dan berakhir dengan tewasnya sekitar 200 orang serta penangkapan
sedikitnya 30.000 tersangka oleh militer pada 27 Mei 1980 menjadikannya
ditangkap. Palu hukuman mati dijatuhkan pada tahun 1979 atas tuduhan hendak
menjatuhkan pemerintahan militer.
Oleh gencarnya tekanan politik mahasiswa pendukung
pro-demokrasi dan protes masyarakat internasional, akhirnya memaksa Presiden Chun
Doo-hwan mengalihkan hukumannya menjadi seumur hidup (1981). Ia ditahan
pemerintah militer di Cholla dan dibebaskan melalui surat amnesti umum tahun 1982.
Karena masih dianggap potensial mengancam pemerintah, Chun
Doo-hwan mengharuskannya pergi ke Amerika Serikat pada tahun 1982. Alasannya
agar berobat akibat gangguan saraf karena kecelakaan mobil. Selama dua tahun
tinggal di Washington,
ia mendirikan The Korean Institute for Human Rights. Ia kembali ke Korea
Selatan pada tahun 1985. Begitu mendarat di Seoul, ia dihadang
petugas dan langsung dikenai hukuman tahanan rumah hingga Februari 1986.
Semangat cinta demokrasi, berwatak jujur, dan menjunjung
keadilan sangat mewarnai perjalanan hidup dan karier politiknya. Latar belakang
keluarganya yang penganut Katolik tentu tak mengherankan jika itu dipraktekkan
sungguh-sungguh. Dari ayahnya, ia menyerap citra rasa tinggi pada nilai seni,
sedang ibunya banyak memberikan wejangan sekaligus teladan hidup yang sarat
nilai moral dan sosial.
Proses internalisasi (pembatinan) nilai-nilai moral berjalan
mulus seiring dengan seringnya menyaksikan teladan nyata kedua orang tua yang
tanpa henti mempraktekkan "prinsip demokrasi" dalam keluarga dan
menumbuhkan semangat pengampunan. Semangat cinta demokrasi, kebenaran, dan
keadilan itu pula yang menjadikan rakyat Korea Selatan tak pernah bosan
menyaksikan kiprah politisi yang dijuluki Indongcho (Si Rambut Teki) yang tahan
banting.
Meskipun pada pemilu presiden 1971, 1987, dan 1992, ia gagal merebut
kursi presiden
sepanjang karier politiknya selama 43 tahun. Pesona dan kharismanya tetap
memancar kuat. Ia pun kemudian menang dalam pemilu presiden Desember 1997 saat mengalahkan Lee Hoi-chang dari Partai
Besar Nasional dan Rhee In-je dari Partai Rakyat
Baru. Berakhirnya kekuasaan Presiden Kim Young-sam selintas menandakan pupusnya
dominasi militer yang runtuh akibat krisis moneter.
Awal tahun 1998, Kim Dae-jung dilantik sebagai Presiden Korea Selatan.
Pelantikannya ditandai dengan pemukulan bel raksasa Poshin-gak yang pernah
diperdengarkan ketika Korea Selatan menyatakan kemerdekaan dari Jepang. Ia pun
menjadi presiden pertama dari kelompok oposisi. Upacara pengambilan sumpah
dihadiri 38.000 orang di sebuah plaza di depan Majelis Nasional dan ribuan lain
di luar plaza.
Setelah bantuan IMF (Dana Moneter Internasional) diterima, ia melancarkan
serangkaian pembaruan. Meskipun terjadi bentrokan dan pertengkaran di antara
sesama warga, semuanya tidak menyurutkan niat untuk bersama-sama mengatasi
krsis dengan cara menyumbang emas untuk negara. Lima chaebol terbesar yaitu Hyundai, Samsung, Daewoo, LG, dan Sungkyong menjadi teladan dalam
melakukan restrukturisasi dan liberalisasi. Ada penghargaan para pejabat tinggi
dan warga pada hukum, demokrasi, tradisi, dan kerja keras.
Ada kompromi antara kaum buruh dan chaebol. Pemerintah
mematok penanaman modal asing senilai US$ 15 milyar dan US$ 20 milyar hingga
tahun 2002, sehingga
mengalami pertumbuhan tingkat ekonomi sebesar 7% yang melampau perkiraan
(2-3%). Tingkat bunga yang membubung sampai 30% tinggal 8% saja. Mata uang won
stabil, cadangan devisa bertambah, dan negara mulai membayar pinjaman IMF
sebesar US$ 3,8 milyar.
Pengangguran berhasil diturunkan, dari 6,8% pada tahun 1998
menjadi sekitar 4,4% pada akhir tahun 1999. Ia juga
mengampuni Chun Doo-hwan (presiden periode 1980-1988) dan Roh Tae-woo
(presiden periode 1988-1993) yang terbukti bersalah selama menjabat. Atas
prakarsanya memperdamaikan negaranya dengan Korea Utara,
ia pun menerima Nobel Perdamaian 2000 bersama Pemimpin
Korea Utara Kim Jong-il.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar